Perkembangan HAM di Indonesia
Perkembangan HAM
di Indonesia
Berbeda dengan Inggris dan Perancis
yang mengawalisejarah perkembangan dan
peijuangan hak asasi manusianya dengan
menampilkan sosok pertentangan
kepentingan antara kaum bangsawan dan
rajanya yang lebih banyak mewakili
kepentingan lapisan atas atau golongan
tertentu saja. Peijuangan hak-hak asasi manusia Indonesia mencerminkan bentuk
pertentangan kepentingan yang lebih
besar, dapat dikatakan teijadi sejak masuk
dan bercokolnya bangsa asing di Indone
sia dalam jangka waktu yang lama.
Sehingga timbul berbagai perlawanan dari
rakyat untuk mengusir penjajah.
Dengan demikian sifat perjuangan
dalam mewujudkan tegaknya HAM di In
donesia itu tidak bisa dilihat sebagai
pertentangan yang hanya mewakili
kepentingan suatu golongan tertentu saja,
melainkan menyangkut kepentingan
bangsa Indonesia secara utuh. Hal ini tidak
berarti bahwa sebelum bangsa Indonesia
mengalami masa penjajahan bangsa asing,
tidak pernah mengalami gejolak berupa
timbulnya penindasan manusia atas
manusia. Pertentangan kepentingan
manusia dengan segala atributnya (sebagai
raja, penguasa, bangsawan, pembesar dan
seterusnya) akan selalu ada dan timbul
tenggelam sejalan dengan perkembangan
peradaban manusia. Hanya saja di bumi
Nusantara warna pertentanganpertentangan
yang ada tidak begitu
menonjol dalam panggung sejarah, bahkan
sebalilmya dalam catatan sejarah yang ada'
berupa kejayaan bangsa Indonesia ketika
berhasil dipersatukan di bawah panji-panji
kebesaran Sriwijaya pada abad VII hingga
pertengahan abad IX, dan kerajaan
Majapahit sekitar abad XII hingga
permulaan abad XVI.'°
Diskursus tentang HAM memasuki
babakan baru, pada saat Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) yang bertugas menyiapkan
rancangan UUD pada tahun 1945, dalam
pembahasan-pembahasan tentang sebuah
konstitusi bagi negara yang akan segera
merdeka, silang selisih tentang perumusan
HAM sesungguhnya telah muncul. Di sana
terjadi perbedaan antara Soekarno dan
Soepomo di satu pihak dan Mohammad
Hatta dan Mohammad Yamin di pihak lain.
Pihak yang pertama meriblak
dimasukkannya HAM terutama yang
bersifat individual ke dalam UUD karena
menunit mereka Indonesia hams dibangun
sebagai negara kekeluargaan. Sedangkan
pihak kedua menghendaki agar UUD itu
memuat masalah-masalah HAM secara
eksplisit."
Sehari setelah proklamasi
kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) mengadakan sidang untuk
mengesahkan UUD 1945 sebagai UUD
negara Republik Indonesia. Dengan
demikian terwujudlah perangkat hukum
yang di dalamnya memuat hak-hak dasar
manusia Indonesia serta kewajibankewajiban
yang bersifat dasar pula. Seperti
yang tertuang dalam Pembukaan,
pernyataan mengenai hak-hak asasi
manusia tidak mendahulukan hak-hak asasi
individu, melainkan pengakuan atas hak
yang bersifat umum, yaitu hak bangsa. Hal
ini seirama dengan latar belakang
peijuangan hak-hak asasi manusia Indone
sia, yang bersifat kebangsaan dan bukan
bersifat individu." Sedangkan istilah atau
perkataan hak asasi manusia itu sendiri
sebenarnya tidak dijumpai dalam UUD
1945 baik dalam pembukaan, batang
tubuh, maupun penjelasannya. Istilah
yang dapat ditemukan adalah pencantuman
dengan tegas perkataan hak dan kewajiban
warga negara, dan hak-hak Dewan
Perwakilan Ral^at. Bam setelah UUD
mengalami perubahan atau amandemen kedua, istilah hak asasi manusia
dicantumkan secara tegas.'^
Dalam sejarah ketatanegaraan Indone
sia pernah mengalami perubahan
konstitusi dari UUD 1945 menjadi
konstitusi RIS (1949), yang di dalamnya
memuat ketentuan hak-hak asasi manusia
yang tercantum dalam Pasal 7 sampai
dengan 33. Sedangkan setelah konstitusi
RIS berubah menjadi UUDS C1950),
ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia
dimuat dalam Pasal 7 sampai dengan 34.
Kedua konstitusi yang disebut terakhir
dirancang oleh Soepomo yang muatan hak
asasinya banyak mencontoh Piagam Hak
Asasi yang dihasilkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa, yaitu The Universal Dec
laration ofhuman Rights tahun 1948 yang
berisikan 30 Pasal."*
Dengan Dekrit Presiden RI tanggal 5 juli
1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku
lagi dan UUDS 1950 dinyatakan tidak
berlaku. Hal ini berarti ketentuanketentuan
yang mengatur hak-hak asasi
manusia Indonesia yang berlaku adalah
sebagaimana yang tercantum dalam UUD
1945- Pemahaman atas hak-hak asasi
manusia antara tahun 1959 hingga tahun
1965 menjadi amat terbatas karena
pelaksanaan UUD 1945 dikaitkan dengan
paham NASAKOM yang membuang paham
yang berbau Barat. Dalam masa Orde Lama
ini banyak terjadi penyimpanganpenyimpangan
terhadap Pancasila dan
UUD 1945 yang suasananya diliputi penuh
pertentangan antara golongan politik dan
puncaknya terjadi pemberontakan G-30-
S/PKI tahun 1965. Hal ini mendorong
lahirnya Orde Baru tahun 1966 sebagai
koreksi terhadap Orde Lama. Dalam awal
masa Orde Baru pernah diusahakan untuk
menelaah kembali masalah HAM, yang
melahirkan sebuah rancangan Ketetapan
MPRS, yaitu berupa rancangan Pimpinan
MPRS RI No. A3/I/Ad Hoc B/MPRS/1966,
yang terdiri dari Mukadimah dan 31 Pasal
tentang HAM. Namun rancangan ini tidak
berhasil disepakati menjadi suatu
ketetapan.'5
Kemudian di dalam pidato kenegaraan
Presiden RI pada pertengahan bulan
Agustus 1990, dinyatakan bahwa rujukan
Indonesia mengenai HAM adalah sila
kedua Pancasila "Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab" dalam kesatuan dengan silasila
Pancasila lainnya. Secara historis
pernyataan Presiden mengenai HAM
tersebut amat penting, karena sejak saat
itu secara ideologis, politis dan konseptual
HAM dipahami sebagai suatu implementasi
dari sila-sila Pancasila yang merupakan
dasar negara dan pandangan hidup bangsa
Indonesia. Meskipun demikian, secara
Ideologis, politis dan konseptual, sila kedua
tersebut agak diabaikan sebagai sila yang
mengatur HAM, karena konsep HAM
dianggap berasal dari paham
individualisme dan liberalisme yang secara
ideologis tidak diterima.*®
Perkembangan selanjutnya adalah
dengan dibentuknya Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (KOMNAS HAM)
berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 50
Tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993.
Pembentukan KOMNAS HAM tersebut
pada saat bangsa Indonesia sedang giat
melaksanakan pembangunan,
menunjukkan keterkaitan yang erat antara
penegakkan HAM di satu pihak dan
penegakkan hukum di pihak lainnya. Hal
ini senada dengan deklarasi PBB tahun
1986, yang menyatakan HAM merupakan tujuan sekaligus sarana pembangunan.
Keikutsertaan ral^at dalam pembangunan
bukan sekedar aspirasi, melainkan kunci
keselunihan hak asasi atas pembangunan
itu sendiri. Hal tersebut menjadi tugas
badan-badan pembangunan internasional
dan nasional untuk menempatkan HAM
sebagai fokus pembangunan*^
Guna lebih memantapkan perhatian atas
perkembangan HAM di Indonesia, oleh
berbagai kalangan masyarakat (organisasi
maupun lembaga), telah diusulkan agar
dapat diterbitkannya suatu Ketetapan MPR
yang memuat piagam hak-hak asasi'
Manusia atau Ketetapan MPR tentang
GBHN yang di dalamnya memuat
operasionalisasi daripada hak-hak dan
kewajiban-kewajiban asasi manusia Indo
nesia yang ada dalam UUD 1945.
Akhirnya ketetapan MPR RI yang
diharapkan memuat secara adanya HAM
itu dapat diwujudkan dalam masa Orde
Reformasi, yaitu selama Sidang Istimewa
MPR yang berlangsung dari tanggal 10
sampai dengan 13 November 1988. Dalam
rapat paripurna ke-4 tanggal 13 Novem
ber 1988, telah diputuskan lahirnya
Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1988
tentang Hak Asasi Manusia. Kemudian
Ketetapan MPRtersebut menjadi salah satu
acuan dasar bagi lahirnya UUNo. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
disahkan pada tanggal 23 September
1999.*® Undang-Undang ini kemudian
diikuti lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1999
yang kemudian disempurnakan danditetapkan
menjadi UU No. 26 Tahun 2000
tentang Penga(^an Hak Asasi Manusia.
Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya
telah pula lahir UU No. 9 Tahun 1998
tentang 'Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat Di Muka Umum yang disahkan
dan diundangkan di Jakarta pada tanggal
26 oktober 1998, serta dimuat dalam LNRI
Tahun 1999 No. 165.' Di samping itu, Indonesia telah
meratifikasi pula beberapa konvensi
internasional yang mengatur HAM, antara
lain:*'
a. Deklarasi tentang Perlindungan dan
Penyiksaan, melalui UU No. 5 Tahun
1998.
b. Konvensi mengenai Hak Politik Wanita
1979, melalui UU No. 68 Tahun 1958.
c. Konvensi Pe.nghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap wanita, melalui
UU No. 7 Tahun 1984.
d. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak,
melalui Keppres No. 36 Tahun 1990.
e. Konvensi tentang Ketenagakerjaan,
melalui UU No. 25 Tahun 1997, yang
pelaksanaannya ditangguhkan
sementara.
f. Konvensi tentang Penghapusan Bentuk
Diskriminasi Ras Tahun 1999, melalui
UU No. 29 Tahun 1999.
Sumber: https://media.neliti.com/media/publications/122937-ID-konsepsi-hak-asasi-manusia-dan-implement.pdf
Sumber: https://media.neliti.com/media/publications/122937-ID-konsepsi-hak-asasi-manusia-dan-implement.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar