Rabu, 04 Juli 2018

HAM dan Pembangunan (Pertemuan ke Delapan)

Mengatasi Tuduhan Eropasentris

Adapun 6 Cara untuk mengatasi tuduhan Eropasentris hilang dari kubu HAM yaitu:
  • Solusi Hukum
  • Relativis Budaya yang Lemah
  • Posisi Afirmatif
  • Strategi Empiris
  • Pendekatan Filosofis
  • Perubahan Inkremental
Dari solusi hukum ini adalah pendekatan yang baik. Dalam pendekatan ini dinyatakan bahwa hukum HAM sudah dijadikan hukum internasional, maka dari itu sudah tidak seharusnya lagi dipermasalahkan. 
Namun, kelemahan pada pendekatan ini antara lain; hanya berlaku dan berfungsi bagi negara yang menganut atau meratifikasi hukum HAM tersebut. Selain itu hukum HAM tersebut juga masih dalam perdebatan antara etik dan hukum. Bahkan ada kontradiksi antar pasal dalam menerangkan hukumm HAM tersebut.
Pada pendekatan ini, alasan kaum Relativis bahwa setiap negara memiliki budaya masing-masing yang tentunya berbeda dengan budaya negara lain, sehingga tidak bisa ditetapkan pada satu aturan yang sama.

Dinamika HAM Perkembangan HAM di INDONESIA

Perkembangan HAM di Indonesia

Perkembangan HAM di Indonesia Berbeda dengan Inggris dan Perancis yang mengawalisejarah perkembangan dan peijuangan hak asasi manusianya dengan menampilkan sosok pertentangan kepentingan antara kaum bangsawan dan rajanya yang lebih banyak mewakili kepentingan lapisan atas atau golongan tertentu saja. Peijuangan hak-hak asasi manusia Indonesia mencerminkan bentuk pertentangan kepentingan yang lebih besar, dapat dikatakan teijadi sejak masuk dan bercokolnya bangsa asing di Indone sia dalam jangka waktu yang lama. Sehingga timbul berbagai perlawanan dari rakyat untuk mengusir penjajah. Dengan demikian sifat perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di In donesia itu tidak bisa dilihat sebagai pertentangan yang hanya mewakili kepentingan suatu golongan tertentu saja, melainkan menyangkut kepentingan bangsa Indonesia secara utuh. Hal ini tidak berarti bahwa sebelum bangsa Indonesia mengalami masa penjajahan bangsa asing, tidak pernah mengalami gejolak berupa timbulnya penindasan manusia atas manusia. Pertentangan kepentingan manusia dengan segala atributnya (sebagai raja, penguasa, bangsawan, pembesar dan seterusnya) akan selalu ada dan timbul tenggelam sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Hanya saja di bumi Nusantara warna pertentanganpertentangan yang ada tidak begitu menonjol dalam panggung sejarah, bahkan sebalilmya dalam catatan sejarah yang ada' berupa kejayaan bangsa Indonesia ketika berhasil dipersatukan di bawah panji-panji kebesaran Sriwijaya pada abad VII hingga pertengahan abad IX, dan kerajaan Majapahit sekitar abad XII hingga permulaan abad XVI.'° Diskursus tentang HAM memasuki babakan baru, pada saat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas menyiapkan rancangan UUD pada tahun 1945, dalam pembahasan-pembahasan tentang sebuah konstitusi bagi negara yang akan segera merdeka, silang selisih tentang perumusan HAM sesungguhnya telah muncul. Di sana terjadi perbedaan antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin di pihak lain. Pihak yang pertama meriblak dimasukkannya HAM terutama yang bersifat individual ke dalam UUD karena menunit mereka Indonesia hams dibangun sebagai negara kekeluargaan. Sedangkan pihak kedua menghendaki agar UUD itu memuat masalah-masalah HAM secara eksplisit." Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang untuk mengesahkan UUD 1945 sebagai UUD negara Republik Indonesia. Dengan demikian terwujudlah perangkat hukum yang di dalamnya memuat hak-hak dasar manusia Indonesia serta kewajibankewajiban yang bersifat dasar pula. Seperti yang tertuang dalam Pembukaan, pernyataan mengenai hak-hak asasi manusia tidak mendahulukan hak-hak asasi individu, melainkan pengakuan atas hak yang bersifat umum, yaitu hak bangsa. Hal ini seirama dengan latar belakang peijuangan hak-hak asasi manusia Indone sia, yang bersifat kebangsaan dan bukan bersifat individu." Sedangkan istilah atau perkataan hak asasi manusia itu sendiri sebenarnya tidak dijumpai dalam UUD 1945 baik dalam pembukaan, batang tubuh, maupun penjelasannya. Istilah yang dapat ditemukan adalah pencantuman dengan tegas perkataan hak dan kewajiban warga negara, dan hak-hak Dewan Perwakilan Ral^at. Bam setelah UUD mengalami perubahan atau amandemen kedua, istilah hak asasi manusia dicantumkan secara tegas.'^ Dalam sejarah ketatanegaraan Indone sia pernah mengalami perubahan konstitusi dari UUD 1945 menjadi konstitusi RIS (1949), yang di dalamnya memuat ketentuan hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam Pasal 7 sampai dengan 33. Sedangkan setelah konstitusi RIS berubah menjadi UUDS C1950), ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia dimuat dalam Pasal 7 sampai dengan 34. Kedua konstitusi yang disebut terakhir dirancang oleh Soepomo yang muatan hak asasinya banyak mencontoh Piagam Hak Asasi yang dihasilkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu The Universal Dec laration ofhuman Rights tahun 1948 yang berisikan 30 Pasal."* Dengan Dekrit Presiden RI tanggal 5 juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku lagi dan UUDS 1950 dinyatakan tidak berlaku. Hal ini berarti ketentuanketentuan yang mengatur hak-hak asasi manusia Indonesia yang berlaku adalah sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945- Pemahaman atas hak-hak asasi manusia antara tahun 1959 hingga tahun 1965 menjadi amat terbatas karena pelaksanaan UUD 1945 dikaitkan dengan paham NASAKOM yang membuang paham yang berbau Barat. Dalam masa Orde Lama ini banyak terjadi penyimpanganpenyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang suasananya diliputi penuh pertentangan antara golongan politik dan puncaknya terjadi pemberontakan G-30- S/PKI tahun 1965. Hal ini mendorong lahirnya Orde Baru tahun 1966 sebagai koreksi terhadap Orde Lama. Dalam awal masa Orde Baru pernah diusahakan untuk menelaah kembali masalah HAM, yang melahirkan sebuah rancangan Ketetapan MPRS, yaitu berupa rancangan Pimpinan MPRS RI No. A3/I/Ad Hoc B/MPRS/1966, yang terdiri dari Mukadimah dan 31 Pasal tentang HAM. Namun rancangan ini tidak berhasil disepakati menjadi suatu ketetapan.'5 Kemudian di dalam pidato kenegaraan Presiden RI pada pertengahan bulan Agustus 1990, dinyatakan bahwa rujukan Indonesia mengenai HAM adalah sila kedua Pancasila "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab" dalam kesatuan dengan silasila Pancasila lainnya. Secara historis pernyataan Presiden mengenai HAM tersebut amat penting, karena sejak saat itu secara ideologis, politis dan konseptual HAM dipahami sebagai suatu implementasi dari sila-sila Pancasila yang merupakan dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Meskipun demikian, secara Ideologis, politis dan konseptual, sila kedua tersebut agak diabaikan sebagai sila yang mengatur HAM, karena konsep HAM dianggap berasal dari paham individualisme dan liberalisme yang secara ideologis tidak diterima.*® Perkembangan selanjutnya adalah dengan dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 50 Tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993. Pembentukan KOMNAS HAM tersebut pada saat bangsa Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan, menunjukkan keterkaitan yang erat antara penegakkan HAM di satu pihak dan penegakkan hukum di pihak lainnya. Hal ini senada dengan deklarasi PBB tahun 1986, yang menyatakan HAM merupakan tujuan sekaligus sarana pembangunan. Keikutsertaan ral^at dalam pembangunan bukan sekedar aspirasi, melainkan kunci keselunihan hak asasi atas pembangunan itu sendiri. Hal tersebut menjadi tugas badan-badan pembangunan internasional dan nasional untuk menempatkan HAM sebagai fokus pembangunan*^ Guna lebih memantapkan perhatian atas perkembangan HAM di Indonesia, oleh berbagai kalangan masyarakat (organisasi maupun lembaga), telah diusulkan agar dapat diterbitkannya suatu Ketetapan MPR yang memuat piagam hak-hak asasi' Manusia atau Ketetapan MPR tentang GBHN yang di dalamnya memuat operasionalisasi daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi manusia Indo nesia yang ada dalam UUD 1945. Akhirnya ketetapan MPR RI yang diharapkan memuat secara adanya HAM itu dapat diwujudkan dalam masa Orde Reformasi, yaitu selama Sidang Istimewa MPR yang berlangsung dari tanggal 10 sampai dengan 13 November 1988. Dalam rapat paripurna ke-4 tanggal 13 Novem ber 1988, telah diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia. Kemudian Ketetapan MPRtersebut menjadi salah satu acuan dasar bagi lahirnya UUNo. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan pada tanggal 23 September 1999.*® Undang-Undang ini kemudian diikuti lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan danditetapkan menjadi UU No. 26 Tahun 2000 tentang Penga(^an Hak Asasi Manusia. Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya telah pula lahir UU No. 9 Tahun 1998 tentang 'Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 oktober 1998, serta dimuat dalam LNRI Tahun 1999 No. 165.' Di samping itu, Indonesia telah meratifikasi pula beberapa konvensi internasional yang mengatur HAM, antara lain:*' a. Deklarasi tentang Perlindungan dan Penyiksaan, melalui UU No. 5 Tahun 1998. b. Konvensi mengenai Hak Politik Wanita 1979, melalui UU No. 68 Tahun 1958. c. Konvensi Pe.nghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap wanita, melalui UU No. 7 Tahun 1984. d. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun 1990. e. Konvensi tentang Ketenagakerjaan, melalui UU No. 25 Tahun 1997, yang pelaksanaannya ditangguhkan sementara. f. Konvensi tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1999, melalui UU No. 29 Tahun 1999.

Sumber: https://media.neliti.com/media/publications/122937-ID-konsepsi-hak-asasi-manusia-dan-implement.pdf

Sumber Pembelajaran HAM dan Pembangunan

Berikut adalah bahan-bahan mengenai HAM dan Pembangunan :

Kamis, 10 Mei 2018

Ham dan Pembangunan (Pertemuan 10)

Dukungan Positif

  • Perbedaan dari persyaratan politik dan Dukungan positif yaitu, perubahan jangkanya kalau persyaratan politik perubahan jangkanya pendek sedangkan dukungan positif jangkanya panjang. 
  • Bentuk-bentuk dari dukungan positif yaitu : penguatan masyarakat sipil atau badan legislatif, (2) meningkatkan kelembagaan dasar-dasar aturan hukum, (3) penguatan media atau organisasi pengawas HAM, (4) menciptakan mekanisme pemilu, (5) mengadakan pelatihan HAM bagi polisi, tentara, dan LSM kepemimpinan, (6) transfer sumber daya dalam sektor seperti kesehatan, pendidikan, atau infra struktur.
  • Selain itu juga memiliki ke praktisan dari dukungan positif yaitu pendekatan dukungan positif telah menjadi cara yang disukai untuk mempromosikan pembangunan demokrasi tidak seperti persyaratan negatif contohnya seperti USAID
  • Akan tetapi dukungan positif ini memiliki kendala Ketika LSM membutuhkan dana, lalu ada dana dari luar negeri, maka LSM itu dikendalikan oleh pendonor dana. Otak berjalannya LSM kembali pada pendonor dana sehingga LSM tidak memiliki kebebasan untuk mewujudkan tujuannya sendiri dimana tujuannya adalah untuk perubahan masyarakat. 
  • Sementara dalam persyaratan politik, kedua belah pihak yg melakukan kesepakatan hanya salah satu yang aktif dan yang bekerja hanya pendonor yang besar yakni negara sebagai aktornya. 
x

Ham dan Pembangunan (Pertemuan 9)

Ham dalam Praktek Pembangunan


  • Adanya ketimpangan fokus pada komunitas hak asasi manusia terutama di negara-negara yang kaya telah memfokuskan hampir secara eksklusif pada hak-hak CP. Dalam hal ini benar-benar mengabaikan hak-hak ESC.
  • Akibat dari adanya ketimpangan fokus menjadi harus membangun hubungan dengan komunitas pembangunan dan tidak memahami ESC dengan baik.
  • Setelah itu adanya perubahan yaitu berakhirnya perang dingin Rusia pun melemah dalam membantu dunia ke III setelah itu banyak negara-negara baru yang muncul di PBB untuk mendapatkan bantuan
  • Bukan hanya perubahan dalam berakhirnya perang dingin tetapi adanya perbahan intelektual yaitu banyak krisi yang muncul dari krisis ekonomi maupun respon kebijakan yang lemah terhadap krisis tersebut
  • Penggabungan retorika, kegunaannya adalah untuk menuju perubahan visi yang benar. 
  • Retorika juga digunakan untuk memanipulasi hak-hak yang sedang berjalan 
  • Adapun kritik terhadap cara pembangunan retorika yaitu: caranya yang rumit dan tiak inovatif/kreatif
  • Alasan menggunakan cara retorika yaitu untuk mendapatkan keuntungfan dari otoritas moral dan daya tarik politik dari wacana hak asasi manusia.

Senin, 23 April 2018

Ham dan Pembangunan (Pertemuan 7)

17, April 2018

TANTANGAN 

Tulisan ini berisi tantangan-tantangan dan sanggahan terhadap Eropasentris

Premis Utama : Eropasentris
Muncul pertanyaan mengapa kita dianggap perlu untuk memahami Eropasentris dalam pembahasan HAM. Karena banyak para pemikir menganggap bahwa HAM kini merupakan buah dari Eropasentris. Eropasentris lahir dari tanggapan kaum Asia atau dapat disebut kaum relativis, yang menganggap bahwa nilai-nilai Asia lebih unggul karena lebih menunjukkan perdamaian dan ketentraman. 

Perbedaan nilai Eropa dan Asia, yaitu:
1. Nilai Asia lebih ditempatkan pada komunitas dan kebaikan bersama (sebagai lawan individualisme), 
2. Menghormati otoritas (sebagai lawan dari kebebasan), 
3. Kerja keras dan tabungan (sebagai lawan dari konsumsi), dan
4. Bahwa nilai-nilai ini lebih unggul. Asia menghasilkan masyarakat yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keluarga yang kuat, sedikit kekerasan, dan tidak ada penggunaan narkoba.

Tanggapan terhadap Nilai-Nilai Asia
1. Untuk menentang melawan hegemoni: Ini merupakan langkah ofensif, yang memungkinkan para “Penentang”  merusak hegemoni intelektual Barat dengan secara eksplisit memposisikan nilai-nilai mereka sendiri sebagai superior, dan sebuah langkah defensif melawan sebuah diskursus moral Barat yang dianggap merongrong sentralitas negara. Mereka yang mendukung pendekatan ini adalah pemimpin negara-negara yang kuat, yang mereka anggap perlu untuk pembangunan dan stabilitas
2. Bertahan sebagai tameng: Debat seperti itu berfungsi hanya sebagai taktik politik, alat dalam perang retorik dari kubu yang menentang HAM Universal

Tidak semua nilai-nilai barat dipandang tidak baik atau jelek yang terbaik adalah HAM. Bukan persoalan hukum barat, oleh karena itu nilai-nilai tidak dipertentangkan.

Komunitas HAM vs Komunitas Pembangunan

1. Menguniversalkan keduanya
2. Komunitas Pembagunan ingin melakukan pembangunan semula dan tidak berfikir itu adanya praktek manusia. Contohnya: Perlawanan masyarakat lokal pembangunan jangan ada gangguan-gangguan dalam pembangunan
3. Seharusnya ada dorongan dalam internal
4. Selama dua dekade sekarang, setiap proyek, program, atau kebijakan pembangunan telah menyatakan keinginan untuk membangun kepemilikan lokal dan telah mengklaim untuk memperkuat kapasitas lokal, untuk membangun kebutuhan yang diungkapkan dan dinamika internal komunitas, dan untuk mendukung kebijakan nasional — semua cara untuk memastikan bahwa bantuan tidak dianggap eksternal dan "Barat-sentris."


Dasar Pemikiran

Banyak pelanggaran hak asasi manusia di seluruh dunia tidak dihasilkan dari keraguan tentang universalitas hak asasi manusia. Mengungkapkan keraguan tersebut memungkinkan pelaku untuk menutupi pelanggaran yang dilakukan karena alasan kekuasaan atau kekejaman atau ketidakpedulian sederhana, tetapi mungkin tidak ada hubungan kausal antara keraguan dan tindakan intelektual.
Praktisi sering terjebak menyelesaikan masalah HAM dengan suap. Di satu sisi, mereka biasanya kurang disibukkan dengan debat filosofis dan lebih peduli hanya untuk menghentikan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Pada saat yang sama, mereka mungkin merasa tidak nyaman, takut bahwa jenis perubahan perilaku yang mengalir dari penerapan sederhana politik kekuasaan mungkin agak tidak berkelanjutan; yaitu, orang dan negara akan berusaha untuk membalikkannya begitu mereka merasa bahwa keseimbangan kekuatan menguntungkan mereka.
Selain itu, sementara politik kekuasaan dapat “bekerja” dalam arti mencapai tujuan yang diinginkan dalam jangka pendek, mungkin dalam jangka panjang melemahkan universalitas yang sangat memberikan landasan moral bagi bangunan hak asasi manusia.

Makadari itu, untuk meyakinkan orang yang ragu dalam universal hak asasi manusia sama sekali bukan kondisi yang diperlukan atau untuk perlindungan yang cukupdan promosi hak asasi manusia, dalam  diskusi bangunan hak asasi manusia ini tetap untuk alasan praktis dan etis

Senin, 16 April 2018

Ham dan Pembangunan (Pertemuan 6)

10, April 2018

Di hari yang cerah ini, mata kuliah yang membahas mengenai Ham dan Pembangunan kali ini mengulas kembali materi-materi yang sudah di paparkan. Saya sendiri pun sebenarnya belum siap untuk di tanya-tanya mengenai materi sebelum-sebelumnya. Pikir saya tidak akan di tunjuk satu per satu, ternyata pas sudah sampai kelas dan memulai mata kuliah Pak Rahman menunjuk satu per satu di kelas. Saya langsung membaca materi-materi yang sudah di bahas, juga bahan yang di berikan Pak Rahman. Pembahasan ulang yang di jelaskan pada saat ini yaitu:

Pembahasan Ulang

Hukum alam menghancurkan abad pertengahan atau kegelapan. Pada saat itu hukum alam muncul abad pertengahan dimana pada saat itu hukum alam ada untuk mengkritisi kejadian-kejadian yang ada di masa abad pertengahan atau kegelapan, semakin lama hukum alam semakin ditinggalkan dan orang-orang semakin memilih untuk positifisme sampai perang dunia ke II. Setelah perang dunia ke II munculah hukum alam lagi sebagai dasar HAM. Dimana dasar HAM yaitu di dasarkan pada harkat manusia-manusia yang paling mendasar, dan muncullah nilai-nilai HAM.

Declaration of human right bertujuan untuk memperkuat dasar hukum HAM. Awalnya HAM di dasarkan oleh hukum alam, akan tetapi dengan adanya deklarasi di harapkan agar menjadi pedoman penyelenggaraan HAM. Deklarasi ini juga bersifat pernyataan bersama atau kesepakatan bersama, dan sifatnya tidak mengikat. Kendala dari deklarasi ini yaitu adanya perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet. Permasalahan tersebut dikarenakan adanya perbedaan ideologi antara kedua negara tersebut.

Dari anggota PBB hanya berupa kompromi dan tidak mengikat, namun setelah adanya PBB setiap negara merujuk kepada PBB. Terdapat perang dingin di negara-negara. Perang dingin merupakan perang secara tidak langsung yang saling mempengaruhi antar blok. Perang dingin ini tidak mengikat, kemenangan blok tertentu yaitu dapat berargumen tentang HAM, dapat memalsukan hak ekonomi, sosial, budaya dll.

PBB mengelurakn 2 konvenan: sipil politik dan ESC. Pada sipil politik yaitu : hak individualistik dan tekanan lebih kepada individu. Lalu yg ke 2 yaitu ESC : melindungi dan memajukan kepentingan ekonomi, sosial, budaya dan tekanan lebih ke komunitas atau negara. 

Setelah perang dunia ke II muncul negara-negara baru (1) yang berdeka dari jajahan atau dari pecahan-pecahan, (2) ekonomi runtuh kerajaan-kerajaan dominan runtuh. Dari hal tersebut terjadilah keanggotaan PBB yang meningkat.