Konsep dasar hak asasi manusia (HAM) dapat diuraikan dengan pendekatan bahasa maupun pndekatan istilah. Secara etimologi, kata “hak” merupakan unsur normative yang berfungsi sebagai pedoman perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya.
Kata “asasi” berarti yang bersifat paling mendasar yang dimiliki manusia sebagai fitrah, sehingga tak satupun makhluk dapat mengintervensinya apalagi mencabutnya. Misalnya, hak hidup sebagai hak dasar yang dimiliki manusia, sehingga tak satupun manusia ini memiliki kewenangan untuk mencabut kehidupan manusia yang lain.
Secara istilah, beberapa tokoh dan praktisi hak asasai manusia (HAM) memiliki pemahaman akan makna HAM. Baharudin Lopa, dengan mengutip pernyataan Jan Materson dari Komnas HAM PBB, mengutarakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya mustahil manusia dapat hidup sebagai manusia.
Menurut John Locke, seorang ahli pikir di bidang ilmu negara berpendapat bahwa hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai hak yang kodrati. Ia memperinci hak asasi manusia sebagai berikut :
1. Hak hidup (the right of life)
2. Hak kemerdekaan (right to liberty)
3. Hak milik (right to property)
Konsep hak asasi manusia terus mengalami transformasi. Pada tanggal 6 Januari 1941, Franklin Delano Roosevelt memformulasikan 4 macam hak-hak asasi manusia (the four freedoms) di depan Kongres Amerika Serikat, yaitu :
1. Bebas untuk berbicara (freedom of speech)
2. Bebas dalam memeluk agama (freedom of religion)
3. Bebas dari rasa takut (freedom of fear)
4. Bebas terhadap suatu keinginan/ kehendak (freedom of from want)
Dimensi yang dirumuskan oleh F.D. Roosevelt menjadi inspirasi dan bagian yang tidak terpisahkan dari Declaration of Human Right 1948, di mana seluruh umat manusia melalui wakil-wakilnya dalam organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sepakat dan bertekad memberikan pengakuan dan perlindungan secara yuridis formal terhadap hak-hak asasi dan merealisasikannya.
Sumber:
Konsepsi Hak Asasi Manusia dan
Implementasinya di Indonesia
Seperti diketahui, bahwa HAM itu
adalah bersifat universal. Namun demikian
pelaksanaan HAM tidak mungkin
disamaratakan antara satu negara dengan
negara yang lain. Masing-masing negara
tentu mempunyai perbedaan konteks
sosial, kultural maupun hukumnya. Di
samping itu pengalaman sejarah dan
perkembangan masyarakat sangat
mempengaruhi implementasi HAM
tersebut. Keuniversalan HAM dewasa ini
masih mengundang perdebatan dan
perbedaan dalam praktek penerapannya di
antara masing-masing anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hal ini dapat
dilihat dalam perspektiffilsafat hukum atau
ideologi yang melatarbelakangi norma
hukum atau negara yang bersangkutan Pengakuan dan potret pelaksanaan
HAM di negara komunis dapat dilihat dari
watak aturan hukumnya yang tidak
memberi tempat adanya hubungan hukum
privat, karena segala sesuatu dianggap dari
masyarakat dan untuk kepentingan
masyarakat. Semua hukum menjadi
administrasi kebijakan penguasa, karena
itu hukum harus mengabdi pada politik
partai. Demikian pula pengadilan harus
tunduk pada pengawasan kekuasaan
poliitik partai. Kondisi demikian antara lain
tergambar dalam buku The Gulag Archi
pelago, karangan Alexander Solshenitsyn
yang melukiskan tentang pelecehan HAM
di Rusia, hukum sebagai alat kekuasaan dan
pengadilan dilakukan dibelakang pintu
tertutup. Hal serupa juga terjadi pada
Fascis dan Nazi yang menonjolkan
despotisme, dalam diri negara merupakan
hukum, yaitu legitimasi nafsu penguasa
untuk menguasai dan mendominasi hak
asasi rakyat. Sedangkan konsepsi dan
pemberlakuan HAM di negara liberal
kapitalis dapat dilihat dari karakter aturan
hukumnya yang berakar pada filsafat
individualisme-utilitarian. Tujuan filsafat
ini adalah emansipasi individu dan
orientasinya adalah menambah
kesenangan individu. Hukum yang
dianggap baik adalah hukum yang
memanjakan kebebasan bagi setiap
individu dan memacu agar setiap individu
mengejar apa yang dianggap baik bagi
dirinya. Falsafah ini pula yang menjadi akar
dari prinsip "Laissez Faire" dalam dunia
perekonomian dewasa ini. Perekonomian dunia didorong mengarah pada mekanisme
persaingan bebas yang diyakini akan
menghasilkan kebahagiaan yang maksimal
bagi setiap individu.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar